
Blades of the Forgotten Realm: Bab 5 (Pedang dari Alam Terlupakan)
Bayangan di Timur
Beberapa bulan telah berlalu sejak Arya menyatukan Pedang Takdir menjadi Pedang Harmoni dan mengalahkan Kaelus. Dunia tampaknya telah kembali damai. Namun, kedamaian itu terasa rapuh, seperti embun di pagi hari yang menghilang saat matahari terbit.
Pada suatu malam, Arya kembali bermeditasi di hutan. Pedang Harmoni berdiri tegak di depannya, bersinar lembut di bawah cahaya bulan. Tapi malam itu berbeda. Angin membawa aroma asing, dan suara bisikan terdengar samar.
“Bahaya datang dari timur,” bisik suara itu. “Keseimbangan telah terganggu sekali lagi.”
Arya membuka matanya. Meskipun tubuhnya lelah setelah petualangan panjang, dia tahu panggilan ini tidak boleh diabaikan. Dia mengemasi perlengkapannya, membawa Pedang Harmoni, dan berangkat sebelum fajar menyingsing.
Pulau Kematian
Petunjuk membawa Arya ke sebuah wilayah yang jauh di timur, ke lautan yang tidak pernah dijelajahi oleh orang-orang di desanya. Dia mendengar desas-desus tentang sebuah pulau misterius bernama Pulau Kematian, tempat para pelaut menghilang tanpa jejak.
“Pulau itu adalah pusat dari kekacauan ini,” pikir Arya.
Dia menaiki kapal kecil milik seorang nelayan tua bernama Giran, satu-satunya orang yang berani mendekati pulau tersebut.
“Pulau Kematian bukan tempat biasa, Nak,” kata Giran saat mereka mendekati pulau itu. “Konon, makhluk purba bernama Zerath terbangun di sana. Dialah yang menghisap jiwa para pelaut.”
Arya hanya mengangguk. Dia sudah menghadapi makhluk-makhluk seperti Zerath sebelumnya, tetapi firasatnya mengatakan bahwa makhluk ini jauh lebih kuat daripada yang dia bayangkan.
Zerath, Penguasa Bayangan
Ketika Arya menginjakkan kaki di Pulau Kematian, suasananya mencekam. Pepohonan mati, tanahnya retak, dan udara dipenuhi aroma busuk. Di tengah pulau, ada sebuah kuil besar yang terbuat dari batu hitam.
Saat Arya mendekati kuil itu, bayangan mulai bergerak di sekitar kakinya. Dari kegelapan, muncul sosok raksasa dengan tubuh seperti asap, bermata merah menyala.
“Siapa yang berani mengganggu istirahatku?” suara Zerath menggema.
“Aku Arya, penjaga Pedang Harmoni,” jawab Arya dengan tegas. “Aku datang untuk menghentikan kekacauan yang kau bawa ke dunia ini.”
Zerath tertawa keras, suaranya seperti badai yang menggetarkan bumi. “Pedang Harmoni? Bahkan kekuatanmu itu tidak cukup untuk melawanku. Aku adalah kegelapan yang ada sebelum dunia ini lahir!”
Pertarungan Melawan Bayangan
Pertarungan pun dimulai. Zerath menggunakan bayangan untuk menyerang Arya dari segala arah. Setiap tebasan Pedang Harmoni memotong bayangan itu, tetapi mereka terus kembali, seolah-olah tak pernah bisa dihancurkan.
Arya menyadari bahwa ini bukan hanya pertarungan kekuatan fisik. Zerath memanfaatkan kegelapan dalam dirinya untuk melemahkan semangatnya. Arya mulai melihat bayangan dari masa lalunya: wajah sahabat-sahabatnya yang telah gugur, keraguan dirinya sendiri, dan ketakutannya terhadap masa depan.
“Kau tidak bisa menang,” kata Zerath, suaranya menggema. “Kegelapan adalah bagian dari dirimu. Dan aku adalah penguasa kegelapan itu.”
Arya hampir menyerah, tetapi kemudian dia mengingat ajarannya di Kuil Jiwa Pedang. Dia mengingat bagaimana dia berhasil menyelaraskan dirinya dengan Pedang Kegelapan, menerima kegelapan sebagai bagian dari dirinya tanpa membiarkannya menguasai.
“Aku tidak takut pada kegelapan,” kata Arya dengan suara lantang. “Karena aku telah belajar untuk hidup berdampingan dengannya!”
Pedang Harmoni bersinar lebih terang, memancarkan cahaya yang menembus tubuh Zerath. Bayangan-bayangan itu mulai memudar, tetapi Zerath masih berdiri, meskipun melemah.
Rahasia Pulau Kematian
Saat Zerath memudar, kuil tempat pertarungan itu tiba-tiba runtuh, dan Arya menemukan sebuah portal besar di bawahnya. Dari portal itu muncul cahaya hijau yang berdenyut seperti jantung yang berdetak.
Ezekiel, penjaga Perpustakaan Agung Arcanis, muncul melalui proyeksi astral.
“Arya, itulah inti kekacauan,” kata Ezekiel. “Portal itu terhubung ke dunia lain, tempat entitas seperti Zerath berasal. Jika portal itu tidak ditutup, lebih banyak makhluk seperti dia akan datang.”
Arya mengangguk. “Bagaimana cara menutupnya?”
“Portal itu hanya bisa ditutup dengan Pedang Harmoni, tetapi itu akan menguras sebagian besar energimu,” kata Ezekiel.
Tanpa ragu, Arya menancapkan Pedang Harmoni ke dalam portal. Cahaya terang menyelimuti pulau itu, dan Arya merasakan energi besar mengalir melalui tubuhnya. Portal itu perlahan menutup, tetapi tubuh Arya melemah, dan dia terjatuh ke tanah.
Kembalinya Arya
Arya terbangun beberapa hari kemudian di kapal Giran.
“Kau berhasil, Nak,” kata Giran dengan senyum. “Pulau itu tidak lagi berbahaya.”
Namun, Arya merasa bahwa sesuatu dalam dirinya telah berubah. Pedang Harmoni kini tampak lebih tenang, hampir seperti sedang beristirahat setelah perjuangan besar.
Ezekiel kembali muncul melalui proyeksi.
“Kau telah menyelamatkan dunia sekali lagi, Arya,” katanya. “Tapi perjalananmu belum berakhir. Masih banyak rahasia yang harus kau ungkap tentang dunia ini dan Pedang Harmoni.”
Arya hanya mengangguk. Dia tahu bahwa tugasnya sebagai penjaga keseimbangan belum selesai.
Petualangan Berikutnya
Dengan Pedang Harmoni di tangannya, Arya melanjutkan perjalanannya, kali ini untuk memahami lebih dalam tentang kekuatan dunia dan dirinya sendiri.
Namun, di balik ketenangan ini, ada kekuatan lain yang mulai bangkit. Di tempat yang jauh, seorang pria berjubah hitam berdiri di atas bukit, memandang ke arah cakrawala. Di tangannya, ada sebuah belati kecil yang memancarkan aura gelap.
“Waktunya telah tiba,” katanya dengan senyum dingin. “Penjaga Pedang Harmoni tidak akan bertahan lama.”
Arya tidak tahu bahwa petualangan berikutnya akan membawa tantangan yang lebih besar, melibatkan musuh baru dan sekutu yang tak terduga.