
Blades of the Forgotten Realm: Bab 1 (Pedang dari Alam Terlupakan)
Di sebuah dunia yang terlupakan oleh waktu, tersembunyi di antara pegunungan berkabut dan hutan lebat, terdapat sebuah tempat yang dikenal sebagai Alam Terlupakan. Tempat ini penuh dengan keajaiban dan bahaya. Konon, hanya mereka yang memiliki keberanian sejati yang dapat melangkah masuk dan kembali dengan selamat. Namun, yang paling menarik perhatian para penjelajah adalah legenda tentang pedang-pedang kuno yang diyakini terkubur di dalamnya.
Pedang-pedang itu, disebut Pedang Takdir, dikatakan memiliki kekuatan luar biasa yang mampu mengubah nasib dunia. Tidak hanya sekadar senjata, mereka adalah artefak dengan jiwa, masing-masing memiliki kisah dan keinginan tersendiri. Namun, tak seorang pun tahu pasti di mana pedang-pedang itu berada—atau apakah mereka benar-benar ada.
Perjalanan Sang Pencari
Seorang pemuda bernama Arya berdiri di tepi hutan, mengenakan mantel kulit tua dan membawa pedang pendek di pinggangnya. Wajahnya keras dan penuh tekad, matanya menatap lekat ke dalam kegelapan hutan. Arya adalah seorang yatim piatu dari desa kecil bernama Wirasena. Selama bertahun-tahun, dia mendengar cerita tentang pedang legendaris dari seorang pendongeng tua di pasar desa.
“Arya, pedang-pedang itu bukan untuk sembarang orang,” kata pendongeng itu suatu hari. “Hanya mereka yang hatinya bersih dan berani menghadapi kegelapan dalam dirinya sendiri yang bisa menemukannya.”
Kata-kata itu tertanam di hati Arya. Dia tahu bahwa menemukan pedang itu adalah satu-satunya cara untuk mengubah nasibnya. Desa Wirasena telah lama menderita di bawah kekuasaan Raja Gelap Varun, seorang tiran yang menggunakan sihir hitam untuk memperbudak rakyatnya. Arya yakin bahwa pedang itu bisa menjadi kunci untuk melawan sang Raja Gelap.
Masuk ke Alam Terlupakan
Arya melangkah masuk ke dalam hutan. Suara burung-burung yang biasa bernyanyi di pagi hari lenyap, digantikan oleh keheningan yang memekakkan telinga. Udara terasa berat, seperti sedang diawasi oleh mata tak terlihat.
“Jangan ragu,” bisik Arya pada dirinya sendiri. “Aku harus melakukannya.”
Setelah berjalan berjam-jam, Arya menemukan sebuah gua tersembunyi di balik air terjun. Suara air yang bergemuruh menutupi keberadaan gua tersebut. Di dalamnya, terdapat sebuah prasasti kuno yang tertulis dalam bahasa yang tak dikenalnya. Namun, di tengah prasasti itu, ada simbol pedang dengan ukiran cahaya samar.
Ketika Arya menyentuh prasasti itu, gua mulai bergetar. Sebuah portal terbuka, menghisapnya masuk ke dalam dunia yang berbeda. Dia terjatuh di padang rumput luas dengan langit yang dipenuhi cahaya hijau dan biru, seakan-akan dunia ini adalah perpaduan antara mimpi dan kenyataan.
Pertemuan dengan Penjaga
Saat Arya berjalan, dia bertemu dengan seorang pria tua berjubah abu-abu, membawa tongkat kayu. Matanya bersinar seperti bintang.
“Siapa kau, anak muda?” tanya pria tua itu dengan suara berat.
“Aku Arya, dari desa Wirasena. Aku datang untuk mencari Pedang Takdir,” jawab Arya tanpa ragu.
Pria tua itu mengangguk perlahan. “Banyak yang datang ke sini dengan keinginan yang sama. Tapi hanya sedikit yang pulang dengan jawaban.”
“Aku siap menghadapi ujian apa pun,” kata Arya.
Pria tua itu tersenyum tipis. “Kalau begitu, mulailah perjalananmu. Pedang-pedang itu tersebar di empat penjuru Alam Terlupakan. Masing-masing dijaga oleh tantangan berbeda. Kau harus memilih dengan bijak pedang mana yang akan kau cari, karena hanya satu pedang yang ditakdirkan untukmu.”
Arya mengangguk, lalu pria tua itu menghilang seperti bayangan yang tertiup angin.
Tantangan Pertama: Pedang Api
Arya memutuskan untuk menuju ke arah timur, di mana legenda mengatakan ada Pedang Api yang dijaga oleh naga bernama Drakos, Sang Penjaga Api. Perjalanan menuju timur penuh rintangan—hutan belantara, rawa beracun, dan sungai deras yang hampir membuat Arya menyerah. Tapi tekadnya tidak goyah.
Ketika Arya akhirnya tiba di puncak gunung berapi, dia menemukan naga besar dengan sisik merah menyala. Mata naga itu menyala seperti bara, dan suara gemuruhnya mengguncang tanah.
“Manusia kecil,” kata Drakos, “apa yang membuatmu berpikir kau layak menyentuh Pedang Api?”
“Aku tidak tahu apakah aku layak,” jawab Arya jujur. “Tapi aku harus mencoba. Aku ingin menyelamatkan desaku.”
Naga itu tertawa. “Keberanianmu mengesankan. Tapi keberanian saja tidak cukup. Kau harus membuktikan bahwa hatimu kuat.”
Drakos menghembuskan api besar ke arah Arya, tapi pemuda itu melompat ke samping dan menyerang dengan pedang pendeknya. Meskipun serangannya tidak melukai naga, keberanian dan ketekunannya membuat Drakos terkesan.
“Kau memiliki tekad yang luar biasa,” kata Drakos setelah pertarungan panjang. “Pedang Api ada di dalam gua ini. Gunakan dengan bijak.”
Arya masuk ke dalam gua dan menemukan pedang berwarna merah menyala. Ketika dia menyentuhnya, pedang itu tampak hidup, membara di tangannya.
Tantangan Kedua: Pedang Es
Setelah mendapatkan Pedang Api, Arya merasa yakin bahwa dia harus mendapatkan lebih banyak kekuatan. Dia menuju ke utara, di mana Pedang Es tersembunyi di dalam Gunung Beku. Di sana, dia menghadapi angin dingin yang menusuk tulang dan makhluk-makhluk salju yang berusaha menghalangi jalannya.
Di puncak gunung, Arya bertemu dengan seorang wanita berpakaian putih, kulitnya sehalus es.
“Aku adalah Freya, penjaga Pedang Es. Jika kau ingin pedang ini, kau harus membuktikan bahwa kau mampu menahan dinginnya kebenaran.”
Freya meletakkan Arya di dalam ruang es yang memantulkan segala kenangan dan kesalahan masa lalunya. Arya melihat bayangan dirinya yang lemah, penuh rasa takut dan keraguan. Dia hampir menyerah pada kedinginan, tetapi kemudian dia mengingat tujuan utamanya.
“Aku mungkin telah gagal di masa lalu,” katanya dengan suara gemetar, “tapi aku tidak akan membiarkan itu menguasai diriku.”
Ketika dia menerima dirinya sepenuhnya, es di sekitarnya pecah, dan Freya memberinya Pedang Es.
Dengan dua pedang di tangannya, Arya kembali ke desanya. Raja Gelap Varun sudah mendengar tentang keberhasilannya dan mengirim pasukan untuk menangkapnya. Namun, Arya menggunakan kekuatan Pedang Api dan Pedang Es untuk melawan mereka.
Di akhir pertempuran, Arya berhadapan langsung dengan Varun. Sang Raja Gelap mencoba memanipulasi Arya dengan kata-kata manis.
“Kenapa kau melawan? Dengan kekuatanmu, kau bisa menjadi penguasa dunia bersamaku,” bisik Varun.
“Tapi aku tidak menginginkan kekuasaan,” jawab Arya. “Aku hanya ingin kebebasan untuk rakyatku.”
Dengan kekuatan dua pedang, Arya menghancurkan sihir gelap Varun dan membebaskan desanya. Namun, dia tahu bahwa perjalanan ini hanyalah awal. Masih ada dua Pedang Takdir lainnya yang menunggu untuk ditemukan…
Arya berdiri di tepi desa, memandang ke cakrawala. Dia tahu bahwa kekuatan besar membawa tanggung jawab besar. Meskipun dia telah menang, dia merasa bahwa takdirnya masih jauh dari selesai.
“Alam Terlupakan memanggilku kembali,” pikirnya. “Dan aku akan menjawab panggilan itu.”
Dengan Pedang Api dan Pedang Es di pinggangnya, Arya melangkah maju, memasuki petualangan baru yang penuh misteri dan harapan.